BAB V
PEMBAHASAN
5.1
Metode dan Tata Cara
Penambangan
Melihat karakteristik
endapan batubara yang berada pada topografi yang sedikit bergelombang (hampir
mendatar) dengan ketebalan batubara relatif 5-8 meter dan ketebalan over burden
6-20 meter, maka CV Karya Mineral Indonesia menerapkan sistem penambangan
dengan tambang terbuka (surface mining) metode
open pit, dimana cara penambangan dilakukan dalam
beberapa tahap (level) yang dikenal
dengan sistem jenjang bertingkat (multiple
bench), hal ini dikarenakan ketebalan batubara yang relatif dalam. Dan
untuk pengambilan batubara dilakukan dengan penggalian dengan menggunakan bulldozer dan backhoe.
5.2
Tahap Kegiatan Penambangan Batubara
5.2.1
Tahap Persiapan Penambangan
Untuk mendapatkan hasil yang maksimal dalam suatu proyek atau
kegiatan pertambangan, maka perlu dilakukan rancangan persiapan yang
sistematis. Kegiatan persiapan penambangan adalah kegiatan yang dilakukan
sebelum penambangan. Adapun kegiatan persiapan penambangan ini, yakni mencakup
rancangan geometri jalan angkut tambang, rancangan dimensi jenjang, pembersihan
lahan (clearing), rancangan
penambangan, serta estimasi biaya penambangan.
5.2.1.1 Rancangan Geometri Jalan
Angkut Tambang
Fungsi utama dari jalan angkut tambang secara umum adalah
menghubungkan lokasi yang satu dengan lokasi yang lain di lokasi areal
penambangan demi menunjang kelancaran operasi penambangan terutama dalam kegiatan pengangkutan
batubara. Rancangan jalan ini mencakup lebar jalan, jarak, dan kemiringan jalan.
a.
Lebar minimum jalan angkut
Dalam
kegiatan pengangkutan lebar jalan dapat mempengaruhi kelancaran lalulintas alat
angkut. Lebar jalan angkut yang terlalu sempit akan mengakibatkan alat angkut
sering berhenti pada saat berpapasan dengan alat angkut lainnya pada arah yang
berlawanan. Keadaan berhenti ini menyebabkan waktu tak terpakai meningkat
sehingga produktifitas alat menjadi terhambat. Dari hasil perhitungan dengan
menggunakan metode AASHTO Manual Rural
High Way, seperti yang ditunjukkan pada rumus 3.2, lebar minimum jalan dapat ditentukan. Untuk jalan lurus
lebarnya 10 meter, sedangkan untuk
lebar pada tikungan jalan lebarnya adalah 17,5
meter, dengan lebar jalan ini aktifitas alat angkut dapat berjalan lancar
tanpa ada hambatan karena harus berhenti pada saat berpapasan.
b.
Kemiringan memanjang
Kemiringan memanjang jalan sangat menentukan
kemampuan alat mekanis untuk berjalan. Bila kendaraan melalui jalan yang
menanjak, maka timbul gaya yang melawan gerak kendaraan, sebaliknya bila
kendaraan menurun maka gaya berat akan membantu gerak kendaraan. Kemiringan
maksimum yang dapat dilalui alat angkut berkisar antara 10% - 15% pada saat
alat angkut dalam keadaan kosong dan pada saat bermuatan berkisar 7% - 8%.
c.
Kemiringan melintang jalan
Kemiringan melintang jalan dibuat antara 2% - 4%
agar limpasan air hujan dapat mengalir ke saluran pengairan dan tidak tergenang
di tengah jalan yang dapat merusak lapisan permukaan jalan.
5.2.1.2 Rancangan Dimensi Jenjang (Bench)
Penentuan dimensi jenjang sangat perlu dilakukan, karena hal ini
juga sangat mempengaruhi kelancaran dari produksi yang ditetapkan. Pada tahap
ini hal-hal yang harus diperhatikan adalah mengenai keamanan dari jenjang itu
serta mampu atau tidaknya ditempati oleh alat-alat untuk berproduksi.
Dimensi jenjang tergantung dari alat-alat yang
digunakan. Adapun hal yang berhubungan dengan dimensi jenjang adalah sebagai
berikut :
1.
Lebar Jenjang (Bench)
Lebar jenjang sangat dipengaruhi oleh alat-alat mekanis
yang digunakan, dimana dapat ditentukan dengan persamaan menurut US Army Engineers (1967)., seperti yang
ditunjukkan pada rumus 3.5 yang
terdapat pada bab III. Dari hasil perhitungan didapat lebar minimum jenjang adalah 21,54 meter (lihat Lampiran 2).
2.
Tinggi Jenjang
Tinggi jenjang adalah jarak vertikal antara bidang-bidang
horisontal pada suatu level tambang. Ketinggian jenjang tergantung dari sifat fisik
suatu bahan galian, serta tinggi peralatan yang digunakan.
Pada penelitian di lapangan, tinggi jenjang hanya
disesuaikan dengan alat muat yang digunakan, yakni tinggi jenjang yang
diperbolehkan adalah 6 meter.
3.
Kemiringan Lereng
Lereng suatu tambang merupakan bagian yang perlu
diperhatikan terutama dalam hubungannya dengan keamanan kerja. Kemiringan
lereng biasanya dinyatakan dalam besar sudut dari bidang horizontal. Kemantapan
dinding jenjang harus dianalisa secara cermat, sifat fisik, kekuatan batuan, kekar, resapan air,
dan data geologi lainnya merupakan faktor penting dalam mengevaluasi arah
kemiringan lereng.
5.2.1.3
Pembersihan Lahan (Clearing)
Kegiatan pembersihan lahan dilakukan untuk membersihkan daerah yang
akan ditambang dari semak-semak, pohon kecil maupun besar yang akan menghalangi
pekerjaan selanjutnya.
Kegiatan pembabatan atau pembersihan lokasi akan dilakukan dengan
menggunakan kombinasi alat Back Hoe
Excavator PC 300 dan bulldozer komatsu D 85 ESS dengan cara mendorong pepohonan
dan semak belukar ke tempat yang direncanakan.
5.2.2
Rancangan Penambangan Batubara
Setelah kegiatan pembersihan lahan dilakukan, maka kegiatan
selanjutnya adalah penambangan yang mencakup kegiatan pembongkaran
(penggalian), pemuatan dan pengangkutan. Alat mekanis yang akan digunakan untuk
kegiatan ini adalah Back Hoe Excavator PC 300 dan bulldozer komatsu D 85 ESS,
digunakan sebagai alat gali dan alat muat, sedangkan untuk pengangkutan
digunakan Dump Truck Toyota Dyna 130LT.
5.2.2.1 Kebutuhan Alat gali /
dorong
Untuk melayani alat muat
Backhoe PC 300 pada kegiatan penambangan, maka digunakan Bulldozer D85ESS
dengan bilah jenis universal dengan kemampuan produksi 153.25
bcm / jam atau 2.758,5 bcm /hari atau
82.755 bcm /bulan.
Untuk mencapai target
produksi batubara yang direncanakan yaitu 30.000 ton/bulan dengan perkiraan
pengupasan material penutup (over burden)
sebesar 150.000 m3 (lihat Lampiran
3), maka kebutuhan bulldozer komatsu D85ESS adalah :
Jumlah alat (N) = 150.000
BCM / 82.755 BCM
= 1,8 dibulatkan menjadi 2 unit
Jadi jumlah Bulldozer D
85 ESS yang dibutuhkan adalah 2 unit (lihat
Lampiran 10).
5.2.2.2 Kebutuhan Alat muat
Dengan berdasarkan sasaran produksi sebesar 30.000
ton serta perkiraan pengupasan material penutup (over burden) sebesar 150.000 bcm
(lihat lampiran 3), maka penggalian dan pemuatan dilakukan dengan menggunakan
Backhoe PC 300 dengan kemampuan produksi sebesar 126 bcm /jam atau 2.268 bcm /hari atau 68.040 bcm
/bulan (lihat Lampiran 10), maka jumlah
alat yang dibutuhkan adalah:
Jumlah alat (N) = T /
P
= 181.185 / 68.040
= 2,83,
dibulatkan menjadi 3
Jadi kebutuhan escavator PC 300 adalah 3 buah.
Sedangkan jika hanya
untuk memuat over burden, jumlah back hoe komatsu PC 300 yang dibutuhkan adalah
:
N = 150.000 m3/bulan / 68.040,4 m3/bulan =
2,2 unit
Jadi kebutuhan back hoe komatsu PC 300 untuk memuat material penutup
bisa hanya menggunakan 2 unit.
5.2.2.3 Kebutuhan Alat angkut
Untuk mengangkut material tanah
penutup (over burden) dari lokasi
penambangan ke lokasi penimbunan (disposal
area) over burden, maka digunakan alat angkut berupa Dump Truck Nissan CWB
dengan kemampuan produksi sebesar 26,34
bcm /jam atau 474,15 bcm /hari atau 14.224,4 bcm/bulan
(lihat Lampiran 10).
Dalam penentuan jumlah alat angkut
ini caranya berbeda dengan alat muat atau alat gali/dorong. Hal ini dikarenakan
perusahaan hanya menangani pengangkutan material penutup (overburden) ke disposal area, sedangkan untuk mengangkut batubara
dari lokasi penambangan ke pelabuhan dengan jarak enam kilometer, perusahan
mempercayakan kepada masyarakat sekitar yang memiliki dump truck enam roda
seperti model dyna 130 LT, dengan ongkos
pengangkutan Rp 1900/ton/kilometer.
Maka jumlah alat angkut yang
dibutuhkan untuk pengangkutan overburden ke lokasi disposal digunakan rumus
match factor dengan jumlah alat muat untuk overburden, yakni sebagai berikut :
1= Na x n.Ctm / Nm x Cta
Dimana :
MF = Match Factor atau factor keserasian
Na = Jumlah alat angkut
Nm = Jumlah alat muat
Ctm = Waktu edar alat muat
Cta = Waktu edar alat angkut
n = jumlah pengisian
Diketahui :
Nm = 2
Ctm = 0,36
Cta = 8,61
N = 5
Maka :
1= (Na x (5 x 0,36)) / (2 x 8,61)
1= 1,75 Na / 17,22
Na = 17,22 / 1,75 = 9,84, dibulatkan menjadi 10.
Jadi jumlah alat angkut yang digunakan untuk mengngkut overburden ke
disposal area adalah 10 uni.
5.3
Biaya Operasi
Penambangan
Perkiraan biaya
operasi penambangan berdasarkan pada waktu atau lamanya kerja alat, dengan
biaya operasi untuk tiap-tiap alat yang telah ditentukan dalam rupiah per
jam. Waktu atau lamanya jam kerja alat, didasarkan pada perbandingan jumlah
material yang akan dipindahkan terhadap kemampuan produksi dari tiap-tiap unit
alat. Dalam penambangan batubara di pit B ini, biaya operasi yang dihitung
adalah biaya penambangan.
Adapun besar biaya operasi
penambangan batubara dengan target produksi 30.000 ton adalah sebesar Rp 5.515.613.500. Biaya operasi penambangan ini
meliputi biaya langsung sebesar Rp 4.654.494.000, yang terdiri dari; biaya pemakaian BBM, sewa peralatan, pemakaian
minyak pelumas dan biaya pengangkutan (1900/km/ton batubara), sedangkan untuk
biaya tidak langsung sebesar 861.119.500, yang terdiri dari; gaji karyawan, royalti,
biaya pemantauan lingkungan & K-3 serta pengembangan masyarakat.
Rumus yang digunakan untuk menghitung biaya operasi penambangan
per ton batubara adalah;
Biaya = TB / TM
Dimana;
TB =
Total biaya
TM = Tonasse material, ton
Sehingga biaya operasi penambangan per ton batubara adalah;
Biaya = Rp 5.161.018.500 / 30.000 ton
= Rp 172.034 per ton batubara (lihat
Lampiran 15).
0 komentar:
Post a Comment