Breaking News

Tuesday, 17 March 2015

BAB V SKRIPSIKU (PENBAHASAN) "Rencana Teknis dan Estimasi Biaya Operasional Panambangan Batubara"



BAB V
PEMBAHASAN
5.1              Metode dan Tata Cara Penambangan
Melihat karakteristik endapan batubara yang berada pada topografi yang sedikit bergelombang (hampir mendatar) dengan ketebalan batubara relatif 5-8 meter dan ketebalan over burden 6-20 meter, maka CV Karya Mineral Indonesia menerapkan sistem penambangan dengan tambang terbuka (surface mining) metode open pit, dimana cara penambangan dilakukan dalam beberapa tahap (level) yang dikenal dengan sistem jenjang bertingkat (multiple bench), hal ini dikarenakan ketebalan batubara yang relatif dalam. Dan untuk pengambilan batubara dilakukan dengan penggalian dengan menggunakan  bulldozer dan backhoe.

5.2              Tahap Kegiatan Penambangan Batubara
5.2.1        Tahap Persiapan Penambangan
Untuk mendapatkan hasil yang maksimal dalam suatu proyek atau kegiatan pertambangan, maka perlu dilakukan rancangan persiapan yang sistematis. Kegiatan persiapan penambangan adalah kegiatan yang dilakukan sebelum penambangan. Adapun kegiatan persiapan penambangan ini, yakni mencakup rancangan geometri jalan angkut tambang, rancangan dimensi jenjang, pembersihan lahan (clearing), rancangan penambangan, serta estimasi biaya penambangan.
5.2.1.1  Rancangan Geometri Jalan Angkut Tambang
Fungsi utama dari jalan angkut tambang secara umum adalah menghubungkan lokasi yang satu dengan lokasi yang lain di lokasi areal penambangan demi menunjang kelancaran operasi penambangan  terutama dalam kegiatan pengangkutan batubara. Rancangan jalan ini mencakup lebar jalan, jarak, dan kemiringan jalan.
a.       Lebar minimum jalan angkut
Dalam kegiatan pengangkutan lebar jalan dapat mempengaruhi kelancaran lalulintas alat angkut. Lebar jalan angkut yang terlalu sempit akan mengakibatkan alat angkut sering berhenti pada saat berpapasan dengan alat angkut lainnya pada arah yang berlawanan. Keadaan berhenti ini menyebabkan waktu tak terpakai meningkat sehingga produktifitas alat menjadi terhambat. Dari hasil perhitungan dengan menggunakan metode AASHTO Manual Rural High Way, seperti yang ditunjukkan pada rumus 3.2, lebar minimum jalan dapat ditentukan. Untuk jalan lurus lebarnya 10 meter, sedangkan untuk lebar pada tikungan jalan lebarnya adalah 17,5 meter, dengan lebar jalan ini aktifitas alat angkut dapat berjalan lancar tanpa ada hambatan karena harus berhenti pada saat berpapasan.
b.      Kemiringan memanjang
Kemiringan memanjang jalan sangat menentukan kemampuan alat mekanis untuk berjalan. Bila kendaraan melalui jalan yang menanjak, maka timbul gaya yang melawan gerak kendaraan, sebaliknya bila kendaraan menurun maka gaya berat akan membantu gerak kendaraan. Kemiringan maksimum yang dapat dilalui alat angkut berkisar antara 10% - 15% pada saat alat angkut dalam keadaan kosong dan pada saat bermuatan berkisar 7% - 8%. 
c.       Kemiringan melintang jalan
Kemiringan melintang jalan dibuat antara 2% - 4% agar limpasan air hujan dapat mengalir ke saluran pengairan dan tidak tergenang di tengah jalan yang dapat merusak lapisan permukaan jalan.
5.2.1.2  Rancangan Dimensi Jenjang (Bench)
Penentuan dimensi jenjang sangat perlu dilakukan, karena hal ini juga sangat mempengaruhi kelancaran dari produksi yang ditetapkan. Pada tahap ini hal-hal yang harus diperhatikan adalah mengenai keamanan dari jenjang itu serta mampu atau tidaknya ditempati oleh alat-alat untuk berproduksi.
Dimensi jenjang tergantung dari alat-alat yang digunakan. Adapun hal yang berhubungan dengan dimensi jenjang adalah sebagai berikut :
1.        Lebar Jenjang (Bench)
Lebar jenjang sangat dipengaruhi oleh alat-alat mekanis yang digunakan, dimana dapat ditentukan dengan persamaan menurut US Army Engineers (1967)., seperti yang ditunjukkan pada rumus 3.5 yang terdapat pada bab III. Dari hasil perhitungan didapat lebar minimum jenjang adalah 21,54 meter (lihat Lampiran 2).
2.        Tinggi Jenjang
Tinggi jenjang adalah jarak vertikal antara bidang-bidang horisontal pada suatu level tambang. Ketinggian jenjang tergantung dari sifat fisik suatu bahan galian, serta tinggi peralatan yang digunakan.
Pada penelitian di lapangan, tinggi jenjang hanya disesuaikan dengan alat muat yang digunakan, yakni tinggi jenjang yang diperbolehkan adalah 6 meter.
3.        Kemiringan Lereng
Lereng suatu tambang merupakan bagian yang perlu diperhatikan terutama dalam hubungannya dengan keamanan kerja. Kemiringan lereng biasanya dinyatakan dalam besar sudut dari bidang horizontal. Kemantapan dinding jenjang harus dianalisa secara cermat, sifat fisik, kekuatan batuan, kekar, resapan air, dan data geologi lainnya merupakan faktor penting dalam mengevaluasi arah kemiringan lereng.

5.2.1.3  Pembersihan Lahan (Clearing)
Kegiatan pembersihan lahan dilakukan untuk membersihkan daerah yang akan ditambang dari semak-semak, pohon kecil maupun besar yang akan menghalangi pekerjaan selanjutnya.
Kegiatan pembabatan atau pembersihan lokasi akan dilakukan dengan menggunakan  kombinasi alat Back Hoe Excavator PC 300 dan bulldozer komatsu D 85 ESS dengan cara mendorong pepohonan dan semak belukar ke tempat yang direncanakan.
5.2.2        Rancangan Penambangan Batubara
Setelah kegiatan pembersihan lahan dilakukan, maka kegiatan selanjutnya adalah penambangan yang mencakup kegiatan pembongkaran (penggalian), pemuatan dan pengangkutan. Alat mekanis yang akan digunakan untuk kegiatan ini adalah Back Hoe Excavator PC 300 dan bulldozer komatsu D 85 ESS, digunakan sebagai alat gali dan alat muat, sedangkan untuk pengangkutan digunakan Dump Truck Toyota Dyna 130LT.
5.2.2.1  Kebutuhan Alat gali / dorong
Untuk melayani alat muat Backhoe PC 300 pada kegiatan penambangan, maka digunakan Bulldozer D85ESS dengan bilah jenis universal dengan kemampuan produksi 153.25 bcm / jam atau 2.758,5 bcm /hari atau 82.755 bcm /bulan.
Untuk mencapai target produksi batubara yang direncanakan yaitu 30.000 ton/bulan dengan perkiraan pengupasan material penutup (over burden) sebesar 150.000 m3 (lihat Lampiran 3), maka kebutuhan bulldozer komatsu D85ESS adalah :
Jumlah alat (N)            = 150.000 BCM / 82.755 BCM
                        = 1,8 dibulatkan menjadi 2 unit
Jadi jumlah Bulldozer D 85 ESS yang dibutuhkan  adalah 2 unit (lihat Lampiran 10).
5.2.2.2  Kebutuhan Alat muat
 Dengan berdasarkan sasaran produksi sebesar 30.000 ton serta perkiraan pengupasan material penutup (over burden) sebesar 150.000 bcm (lihat lampiran 3), maka penggalian dan pemuatan dilakukan dengan menggunakan Backhoe PC 300 dengan kemampuan produksi sebesar 126 bcm /jam atau 2.268 bcm /hari atau 68.040 bcm /bulan (lihat Lampiran 10), maka jumlah alat yang dibutuhkan adalah:                                                    
Jumlah alat (N)            = T / P
= 181.185 / 68.040
= 2,83, dibulatkan menjadi 3
Jadi kebutuhan escavator PC 300 adalah 3 buah.
Sedangkan jika hanya untuk memuat over burden, jumlah back hoe komatsu PC 300 yang dibutuhkan adalah :
N         = 150.000 m3/bulan / 68.040,4 m3/bulan = 2,2 unit
Jadi kebutuhan back hoe komatsu PC 300 untuk memuat material penutup bisa hanya menggunakan 2 unit.
5.2.2.3  Kebutuhan Alat angkut
Untuk mengangkut material tanah penutup (over burden) dari lokasi penambangan ke lokasi penimbunan (disposal area) over burden, maka digunakan alat angkut berupa Dump Truck Nissan CWB dengan kemampuan produksi sebesar 26,34 bcm /jam atau 474,15 bcm /hari atau 14.224,4 bcm/bulan (lihat Lampiran 10).
Dalam penentuan jumlah alat angkut ini caranya berbeda dengan alat muat atau alat gali/dorong. Hal ini dikarenakan perusahaan hanya menangani pengangkutan material penutup (overburden) ke disposal area, sedangkan untuk mengangkut batubara dari lokasi penambangan ke pelabuhan dengan jarak enam kilometer, perusahan mempercayakan kepada masyarakat sekitar yang memiliki dump truck enam roda seperti  model dyna 130 LT, dengan ongkos pengangkutan Rp 1900/ton/kilometer.
Maka jumlah alat angkut yang dibutuhkan untuk pengangkutan overburden ke lokasi disposal digunakan rumus match factor dengan jumlah alat muat untuk overburden, yakni sebagai berikut :
1= Na x n.Ctm / Nm x Cta
Dimana :
MF         = Match Factor atau factor keserasian
Na          = Jumlah alat angkut
Nm         = Jumlah alat muat
Ctm        = Waktu edar alat muat
Cta         = Waktu edar alat angkut
n             = jumlah pengisian
Diketahui :
Nm         = 2
Ctm        = 0,36
Cta         = 8,61
N            = 5
Maka :
1= (Na x (5 x 0,36)) / (2 x 8,61)
1= 1,75 Na / 17,22
Na = 17,22 / 1,75 = 9,84, dibulatkan menjadi 10.
Jadi jumlah alat angkut yang digunakan untuk mengngkut overburden ke disposal area adalah 10 uni.

5.3              Biaya Operasi Penambangan
            Perkiraan biaya operasi penambangan berdasarkan pada waktu atau lamanya kerja alat, dengan biaya operasi untuk tiap-tiap alat yang telah ditentukan dalam rupiah per jam. Waktu atau lamanya jam kerja alat, didasarkan pada perbandingan jumlah material yang akan dipindahkan terhadap kemampuan produksi dari tiap-tiap unit alat. Dalam penambangan batubara di pit B ini, biaya operasi yang dihitung adalah biaya penambangan.
            Adapun besar biaya operasi penambangan batubara dengan target produksi 30.000 ton adalah sebesar Rp 5.515.613.500. Biaya operasi penambangan ini meliputi biaya langsung sebesar Rp 4.654.494.000, yang terdiri dari; biaya pemakaian BBM, sewa peralatan, pemakaian minyak pelumas dan biaya pengangkutan (1900/km/ton batubara), sedangkan untuk biaya tidak langsung sebesar 861.119.500, yang terdiri dari; gaji karyawan, royalti, biaya pemantauan lingkungan & K-3 serta pengembangan masyarakat.
Rumus yang digunakan untuk menghitung biaya operasi penambangan per ton batubara adalah;
Biaya   = TB / TM
Dimana;
            TB  =  Total biaya
            TM =  Tonasse material, ton
Sehingga biaya operasi penambangan per ton batubara adalah;
Biaya   =  Rp 5.161.018.500 / 30.000 ton        
            =  Rp  172.034 per ton batubara (lihat Lampiran 15).

0 komentar:

Post a Comment