Breaking News

Thursday, 19 March 2015

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA (BAB V S/D BAB VIII)



BAB V
WILAYAH PERTAMBANGAN

Bagian Kesatu
Umum


Pasal 9
(1) WP sebagai bagian dari tata ruang nasional merupakan landasan bagi penetapan kegiatan pertambangan.
(2) WP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Pemerintah setelah berkoordinasi dengan pemerintah daerah dan berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.

Pasal 10
Penetapan WP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) dilaksanakan:
a. secara transparan, partisipatif, dan bertanggung jawab;
b. secara terpadu dengan memperhatikan pendapat dari instansi pemerintah terkait, masyarakat, dan dengan mempertimbangkan aspek ekologi, ekonomi, dan sosial budaya, serta berwawasan lingkungan; dan
c. dengan memperhatikan aspirasi daerah.

Pasal 11
Pemerintah dan pemerintah daerah wajib melakukan penyelidikan dan penelitian pertambangan dalam rangka penyiapan WP.

Pasal 12
Ketentuan lebih lanjut mengenai batas, luas, dan mekanisme penetapan WP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, Pasal 10, dan Pasal 11 diatur dengan peraturan pemerintah.
Pasal 13
WP terdiri atas:
a. WUP;
b. WPR; dan
c. WPN.
Bagian Kedua
Wilayah Usaha Pertambangan

Pasal 14
(1) Penetapan WUP dilakukan oleh Pemerintah setelah berkoordinasi dengan pemerintah daerah dan disampaikan secara tertulis kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
(2) Koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan pemerintah daerah yang bersangkutan berdasarkan data dan informasi yang dimiliki Pemerintah dan pemerintah daerah.

Pasal 15
Pemerintah dapat melimpahkan sebagian kewenangannya dalam penetapan WUP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) kepada pemerintah provinsi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 16
Satu WUP terdiri atas 1 (satu) atau beberapa WIUP yang berada pada lintas wilayah provinsi, lintas wilayah kabupaten/kota, dan/atau dalam 1 (satu) wilayah kabupaten/kota.
Pasal 17
Luas dan batas WIUP mineral logam dan batubara ditetapkan oleh Pemerintah berkoordinasi dengan pemerintah daerah berdasarkan kriteria yang dimiliki oleh Pemerintah.

Pasal 18
Kriteria untuk menetapkan 1 (satu) atau beberapa WIUP dalam 1 (satu) WUP adalah sebagai berikut:
a. letak geografis;
b. kaidah konservasi;
c. daya dukung lindungan lingkungan;
d. optimalisasi sumber daya mineral dan/atau batubara; dan
e. tingkat kepadatan penduduk.
Pasal 19
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penetapan batas dan luas WIUP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 diatur dengan peraturan pemerintah.

Bagian Ketiga
Wilayah Pertambangan Rakyat

Pasal 20
Kegiatan pertambangan rakyat dilaksanakan dalam suatu WPR.

Pasal 21
WPR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ditetapkan oleh bupati/walikota setelah berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota.

Pasal 22
Kriteria untuk menetapkan WPR adalah sebagai berikut:
a. mempunyai cadangan mineral sekunder yang terdapat di sungai dan/atau di antara tepi dan tepi sungai;
b. mempunyai cadangan primer logam atau batubara dengan kedalaman maksimal 25 (dua puluh lima) meter;
c. endapan teras, dataran banjir, dan endapan sungai purba;
d. luas maksimal wilayah pertambangan rakyat adalah 25 (dua puluh lima) hektare;
e. menyebutkan jenis komoditas yang akan ditambang; dan/atau
f. merupakan wilayah atau tempat kegiatan tambang rakyat yang sudah dikerjakan sekurang-kurangnya 15 (lima belas) tahun.

Pasal 23
Dalam menetapkan WPR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21, bupati/walikota berkewajiban melakukan pengumuman mengenai rencana WPR kepada masyarakat secara terbuka.
Pasal 24
Wilayah atau tempat kegiatan tambang rakyat yang sudah dikerjakan tetapi belum ditetapkan sebagai WPR diprioritaskan untuk ditetapkan sebagai WPR.
Pasal 25
Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman, prosedur, dan penetapan WPR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan Pasal 23 diatur dengan peraturan pemerintah.
Pasal 26
Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria dan mekanisme penetapan WPR, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 dan Pasal 23 diatur dengan peraturan daerah kabupaten/kota.
Bagian Keempat
Wilayah Pencadangan Negara

Pasal 27
(1) Untuk kepentingan strategis nasional, Pemerintah dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan dengan memperhatikan aspirasi daerah menetapkan WPN sebagai daerah yang dicadangkan untuk komoditas tertentu dan daerah konservasi dalam rangka menjaga keseimbangan ekosistem dan lingkungan.
(2) WPN yang ditetapkan untuk komoditas tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diusahakan sebagian luas wilayahnya dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
(3) WPN yang ditetapkan untuk konservasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan batasan waktu dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
(4) Wilayah yang akan diusahakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) berubah statusnya menjadi WUPK.

Pasal 28
Perubahan status WPN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) menjadi WUPK dapat dilakukan dengan mempertimbangkan:
a. pemenuhan bahan baku industri dan energi dalam negeri;
b. sumber devisa negara;
c. kondisi wilayah didasarkan pada keterbatasan sarana dan prasarana;
d. berpotensi untuk dikembangkan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi;
e. daya dukung lingkungan; dan/atau
f. penggunaan teknologi tinggi dan modal investasi yang besar.
Pasal 29
(1) WUPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (4) yang akan diusahakan ditetapkan oleh Pemerintah setelah berkoordinasi dengan pemerintah daerah.
(2) Pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan di WUPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam bentuk IUPK.

Pasal 30
Satu WUPK terdiri atas 1 (satu) atau beberapa WIUPK yang berada pada lintas wilayah provinsi, lintas wilayah kabupaten/kota, dan/atau dalam 1 (satu) wilayah kabupaten/kota.
Pasal 31
Luas dan batas WIUPK mineral logam dan batubara ditetapkan oleh Pemerintah berkoordinasi dengan pemerintah daerah berdasarkan kriteria dan informasi yang dimiliki oleh Pemerintah.
Pasal 32
Kriteria untuk menetapkan 1 (satu) atau beberapa WIUPK dalam 1 (satu) WUPK adalah sebagai berikut:
a. letak geografis;
b. kaidah konservasi;
c. daya dukung lindungan lingkungan;
d. optimalisasi sumber daya mineral dan/atau batubara; dan
e. tingkat kepadatan penduduk.
Pasal 33
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penetapan luas dan batas WIUPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 dan Pasal 32 diatur dengan peraturan pemerintah.
BAB VI
USAHA PERTAMBANGAN

Pasal 34
(1) Usaha pertambangan dikelompokkan atas:
a. pertambangan mineral; dan
b. pertambangan batubara.
(2) Pertambangan mineral sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a digolongkan atas:
a. pertambangan mineral radioaktif;
b. pertambangan mineral logam;
c. pertambangan mineral bukan logam; dan
d. pertambangan batuan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan suatu komoditas tambang ke dalam suatu golongan pertambangan mineral sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan peraturan pemerintah.

Pasal 35
Usaha pertambangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 dilaksanakan dalam bentuk:
a. IUP;
b. IPR; dan
c. IUPK.

BAB VII
IZIN USAHA PERTAMBANGAN

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 36
(1) IUP terdiri atas dua tahap:
a. IUP Eksplorasi meliputi kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, dan studi kelayakan;
b. IUP Operasi Produksi meliputi kegiatan konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, serta pengangkutan dan penjualan.
(2) Pemegang IUP Eksplorasi dan pemegang IUP Operasi Produksi dapat melakukan sebagian atau seluruh kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Pasal 37
IUP diberikan oleh:
a. bupati/walikota apabila WIUP berada di dalam satu wilayah kabupaten/kota;
b. gubernur apabila WIUP berada pada lintas wilayah kabupaten/kota dalam 1 (satu) provinsi setelah mendapatkan rekomendasi dari bupati/walikota setempat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
c. Menteri apabila WIUP berada pada lintas wilayah provinsi setelah mendapatkan rekomendasi dari gubernur dan bupati/walikota setempat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 38
IUP diberikan kepada:
a. badan usaha;
b. koperasi; dan
c. perseorangan.
Pasal 39
(1) IUP Eksplorasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) huruf a wajib memuat ketentuan sekurang-kurangnya:
a. nama perusahaan;
b. lokasi dan luas wilayah;
c. rencana umum tata ruang;
d. jaminan kesungguhan;
e. modal investasi;
f. perpanjangan waktu tahap kegiatan;
g. hak dan kewajiban pemegang IUP;
h. jangka waktu berlakunya tahap kegiatan;
i. jenis usaha yang diberikan;
j. rencana pengembangan dan pemberdayaan masyarakat di sekitar wilayah pertambangan;
k. perpajakan;
l. penyelesaian perselisihan;
m. iuran tetap dan iuran eksplorasi; dan
n. amdal.
(2) IUP Operasi Produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) huruf b wajib memuat ketentuan sekurang-kurangnya:
a. nama perusahaan;
b. luas wilayah;
c. lokasi penambangan;
d. lokasi pengolahan dan pemurnian;
e. pengangkutan dan penjualan;
f. modal investasi;
g. jangka waktu berlakunya IUP;
h. jangka waktu tahap kegiatan;
i. penyelesaian masalah pertanahan;
j. lingkungan hidup termasuk reklamasi dan pascatambang;
k. dana jaminan reklamasi dan pascatambang;
l. perpanjangan IUP;
m. hak dan kewajiban pemegang IUP;
n. rencana pengembangan dan pemberdayaan masyarakat di sekitar wilayah pertambangan;
o. perpajakan;
p. penerimaan negara bukan pajak yang terdiri atas iuran tetap dan iuran produksi;
q. penyelesaian perselisihan;
r. keselamatan dan kesehatan kerja;
s. konservasi mineral atau batubara;
t. pemanfaatan barang, jasa, dan teknologi dalam negeri;
u. penerapan kaidah keekonomian dan keteknikan pertambangan yang baik;
v. pengembangan tenaga kerja Indonesia;
w. pengelolaan data mineral atau batubara; dan
x. penguasaan, pengembangan, dan penerapan teknologi pertambangan mineral atau batubara.

Pasal 40
(1) IUP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) diberikan untuk 1 (satu) jenis mineral atau batubara.
(2) Pemegang IUP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang menemukan mineral lain di dalam WIUP yang dikelola diberikan prioritas untuk mengusahakannya.
(3) Pemegang IUP yang bermaksud mengusahakan mineral lain sebagaimana dimaksud pada ayat (2), wajib mengajukan permohonan IUP baru kepada Menteri, gubernur, dan bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
(4) Pemegang IUP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat menyatakan tidak berminat untuk mengusahakan mineral lain yang ditemukan tersebut.
(5) Pemegang IUP yang tidak berminat untuk mengusahakan mineral lain yang ditemukan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), wajib menjaga mineral lain tersebut agar tidak dimanfaatkan pihak lain.
(6) IUP untuk mineral lain sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) dapat diberikan kepada pihak lain oleh Menteri, gubernur, dan bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.

Pasal 41
IUP tidak dapat digunakan selain yang dimaksud dalam pemberian IUP.
Bagian Kedua
IUP Eksplorasi

Pasal 42
(1) IUP Eksplorasi untuk pertambangan mineral logam dapat diberikan dalam jangka waktu paling lama 8 (delapan) tahun.
(2) IUP Eksplorasi untuk pertambangan mineral bukan logam dapat diberikan paling lama dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun dan mineral bukan logam jenis tertentu dapat diberikan dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) tahun.
(3) IUP Eksplorasi untuk pertambangan batuan dapat diberikan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) tahun.
(4) IUP Eksplorasi untuk pertambangan batubara dapat diberikan dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) tahun.

Pasal 43
(1) Dalam hal kegiatan eksplorasi dan kegiatan studi kelayakan, pemegang IUP Eksplorasi yang mendapatkan mineral atau batubara yang tergali wajib melaporkan kepada pemberi IUP.
(2) Pemegang IUP Eksplorasi yang ingin menjual mineral atau batubara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mengajukan izin sementara untuk melakukan pengangkutan dan penjualan.

Pasal 44
Izin sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (2) diberikan oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
Pasal 45
Mineral atau batubara yang tergali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 dikenai iuran produksi.

Bagian Ketiga
IUP Operasi Produksi

Pasal 46
(1) Setiap pemegang IUP Eksplorasi dijamin untuk memperoleh IUP Operasi Produksi sebagai kelanjutan kegiatan usaha pertambangannya.
(2) IUP Operasi Produksi dapat diberikan kepada badan usaha, koperasi, atau perseorangan atas hasil pelelangan WIUP mineral logam atau batubara yang telah mempunyai data hasil kajian studi kelayakan.

Pasal 47
(1) IUP Operasi Produksi untuk pertambangan mineral logam dapat diberikan dalam jangka waktu paling lama 20 (dua puluh) tahun dan dapat diperpanjang 2 (dua) kali masing-masing 10 (sepuluh) tahun.
(2) IUP Operasi Produksi untuk pertambangan mineral bukan logam dapat diberikan dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) tahun dan dapat diperpanjang 2 (dua) kali masing-masing 5 (lima) tahun.
(3) IUP Operasi Produksi untuk pertambangan mineral bukan logam jenis tertentu dapat diberikan dalam jangka waktu paling lama 20 (dua puluh) tahun dan dapat diperpanjang 2 (dua) kali masing-masing 10 (sepuluh) tahun.
(4) IUP Operasi Produksi untuk pertambangan batuan dapat diberikan dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang 2 (dua) kali masing-masing 5 (lima) tahun.
(5) IUP Operasi Produksi untuk Pertambangan batubara dapat diberikan dalam jangka waktu paling lama 20 (dua puluh) tahun dan dapat diperpanjang 2 (dua) kali masing-masing 10 (sepuluh) tahun.

Pasal 48
IUP Operasi Produksi diberikan oleh:
a. bupati/walikota apabila lokasi penambangan, lokasi pengolahan dan pemurnian, serta pelabuhan berada di dalam satu wilayah kabupaten/kota;
b. gubernur apabila lokasi penambangan, lokasi pengolahan dan pemurnian, serta pelabuhan berada di dalam wilayah kabupaten/kota yang berbeda setelah mendapatkan rekomendasi dari bupati/walikota setempat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
c. Menteri apabila lokasi penambangan, lokasi pengolahan dan pemurnian, serta pelabuhan berada di dalam wilayah provinsi yang berbeda setelah mendapatkan rekomendasi dari gubernur dan bupati/walikota setempat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 49
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian IUP Eksplorasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 dan IUP Operasi Produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 diatur dengan peraturan pemerintah.
Bagian Keempat
Pertambangan Mineral

Paragraf 1
Pertambangan Mineral Radioaktif

Pasal 50
WUP mineral radioaktif ditetapkan oleh Pemerintah dan pengusahaannya dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Paragraf 2
Pertambangan Mineral Logam


Pasal 51
WIUP mineral logam diberikan kepada badan usaha, koperasi, dan perseorangan dengan cara lelang.
Pasal 52
(1) Pemegang IUP Eksplorasi mineral logam diberi WIUP dengan luas paling sedikit 5.000 (lima ribu) hektare dan paling banyak 100.000 (seratus ribu) hektare.
(2) Pada wilayah yang telah diberikan IUP Eksplorasi mineral logam dapat diberikan IUP kepada pihak lain untuk mengusahakan mineral lain yang keterdapatannya berbeda.
(3) Pemberian IUP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan setelah mempertimbangkan pendapat dari pemegang IUP pertama.

Pasal 53
Pemegang IUP Operasi Produksi mineral logam diberi WIUP dengan luas paling banyak 25.000 (dua puluh lima ribu) hektare.

Paragraf 3
Pertambangan Mineral Bukan Logam


Pasal 54
WIUP mineral bukan logam diberikan kepada badan usaha, koperasi, dan perseorangan dengan cara permohonan wilayah kepada pemberi izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37.
Pasal 55
(1) Pemegang IUP Eksplorasi mineral bukan logam diberi WIUP dengan luas paling sedikit 500 (lima ratus) hektare dan paling banyak 25.000 (dua puluh lima ribu) hektare.
(2) Pada wilayah yang telah diberikan IUP Eksplorasi mineral bukan logam dapat diberikan IUP kepada pihak lain untuk mengusahakan mineral lain yang keterdapatannya berbeda.
(3) Pemberian IUP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan setelah mempertimbangkan pendapat dari pemegang IUP pertama.

Pasal 56
Pemegang IUP Operasi Produksi mineral bukan logam diberi WIUP dengan luas paling banyak 5.000 (lima ribu) hektare.

Paragraf 4
Pertambangan Batuan


Pasal 57
WIUP batuan diberikan kepada badan usaha, koperasi, dan perseorangan dengan cara permohonan wilayah kepada pemberi izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37.
Pasal 58
(1) Pemegang IUP Eksplorasi batuan diberi WIUP dengan luas paling sedikit 5 (lima) hektare dan paling banyak 5.000 (lima ribu) hektare.
(2) Pada wilayah yang telah diberikan IUP Eksplorasi batuan dapat diberikan IUP kepada pihak lain untuk mengusahakan mineral lain yang keterdapatannya berbeda.
(3) Pemberian IUP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan setelah mempertimbangkan pendapat dari pemegang IUP pertama.

Pasal 59
Pemegang IUP Operasi Produksi batuan diberi WIUP dengan luas paling banyak l. 000 (seribu) hektare.
Bagian Kelima
Pertambangan Batubara


Pasal 60
WIUP batubara diberikan kepada badan usaha, koperasi, dan perseorangan dengan cara lelang.
Pasal 61
(1) Pemegang IUP Eksplorasi Batubara diberi WIUP dengan luas paling sedikit 5.000 (lima ribu) hektare dan paling banyak 50.000 (lima puluh ribu) hektare.
(2) Pada wilayah yang telah diberikan IUP Eksplorasi batubara dapat diberikan IUP kepada pihak lain untuk mengusahakan mineral lain yang keterdapatannya berbeda.
(3) Pemberian IUP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan setelah mempertimbangkan pendapat dari pemegang IUP pertama.

Pasal 62
Pemegang IUP Operasi Produksi batubara diberi WIUP dengan luas paling banyak 15.000 (lima belas ribu) hektare.
Pasal 63
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara memperoleh WIUP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51, Pasal 54, Pasal 57, dan Pasal 60 diatur dengan peraturan pemerintah.

BAB VIII
PERSYARATAN PERIZINAN USAHA PERTAMBANGAN

Pasal 64
Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya berkewajiban mengumumkan rencana kegiatan usaha pertambangan di WIUP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 serta memberikan IUP Eksplorasi dan IUP Operasi Produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 kepada masyarakat secara terbuka.
Pasal 65
(1) Badan usaha, koperasi, dan perseorangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51, Pasal 54, Pasal 57, dan Pasal 60 yang melakukan usaha pertambangan wajib memenuhi persyaratan administratif, persyaratan teknis, persyaratan lingkungan, dan persyaratan finansial.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan administratif, persyaratan teknis, persyaratan lingkungan, dan persyaratan finansial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan pemerintah.

0 komentar:

Post a Comment