BAB V
WILAYAH PERTAMBANGAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 9
WILAYAH PERTAMBANGAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 9
(1) WP sebagai bagian dari tata
ruang nasional merupakan landasan bagi penetapan kegiatan pertambangan.
(2) WP sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) ditetapkan oleh Pemerintah setelah berkoordinasi dengan pemerintah
daerah dan berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
Pasal
10
Penetapan WP sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 ayat (2) dilaksanakan:
a. secara transparan, partisipatif, dan bertanggung jawab;
a. secara transparan, partisipatif, dan bertanggung jawab;
b. secara terpadu dengan
memperhatikan pendapat dari instansi pemerintah terkait, masyarakat, dan dengan
mempertimbangkan aspek ekologi, ekonomi, dan sosial budaya, serta berwawasan
lingkungan; dan
c. dengan memperhatikan aspirasi
daerah.
Pasal
11
Pemerintah dan pemerintah daerah
wajib melakukan penyelidikan dan penelitian pertambangan dalam rangka penyiapan
WP.
Pasal
12
Ketentuan lebih lanjut mengenai
batas, luas, dan mekanisme penetapan WP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9,
Pasal 10, dan Pasal 11 diatur dengan peraturan pemerintah.
Pasal
13
WP terdiri atas:
a. WUP;
b. WPR; dan
c. WPN.
a. WUP;
b. WPR; dan
c. WPN.
Bagian Kedua
Wilayah Usaha Pertambangan
Pasal 14
Wilayah Usaha Pertambangan
Pasal 14
(1) Penetapan WUP dilakukan oleh
Pemerintah setelah berkoordinasi dengan pemerintah daerah dan disampaikan
secara tertulis kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
(2) Koordinasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan dengan pemerintah daerah yang bersangkutan berdasarkan
data dan informasi yang dimiliki Pemerintah dan pemerintah daerah.
Pasal
15
Pemerintah dapat melimpahkan sebagian
kewenangannya dalam penetapan WUP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1)
kepada pemerintah provinsi sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pasal
16
Satu WUP terdiri atas 1 (satu) atau
beberapa WIUP yang berada pada lintas wilayah provinsi, lintas wilayah
kabupaten/kota, dan/atau dalam 1 (satu) wilayah kabupaten/kota.
Pasal
17
Luas dan batas WIUP mineral logam
dan batubara ditetapkan oleh Pemerintah berkoordinasi dengan pemerintah daerah
berdasarkan kriteria yang dimiliki oleh Pemerintah.
Pasal
18
Kriteria untuk menetapkan 1 (satu)
atau beberapa WIUP dalam 1 (satu) WUP adalah sebagai berikut:
a. letak geografis;
b. kaidah konservasi;
c. daya dukung lindungan lingkungan;
d. optimalisasi sumber daya mineral dan/atau batubara; dan
e. tingkat kepadatan penduduk.
a. letak geografis;
b. kaidah konservasi;
c. daya dukung lindungan lingkungan;
d. optimalisasi sumber daya mineral dan/atau batubara; dan
e. tingkat kepadatan penduduk.
Pasal
19
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata
cara penetapan batas dan luas WIUP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 diatur
dengan peraturan pemerintah.
Bagian Ketiga
Wilayah Pertambangan Rakyat
Pasal 20
Wilayah Pertambangan Rakyat
Pasal 20
Kegiatan pertambangan rakyat
dilaksanakan dalam suatu WPR.
Pasal
21
WPR sebagaimana dimaksud dalam Pasal
20 ditetapkan oleh bupati/walikota setelah berkonsultasi dengan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota.
Pasal
22
Kriteria untuk menetapkan WPR adalah
sebagai berikut:
a. mempunyai cadangan mineral
sekunder yang terdapat di sungai dan/atau di antara tepi dan tepi sungai;
b. mempunyai cadangan primer logam
atau batubara dengan kedalaman maksimal 25 (dua puluh lima) meter;
c. endapan teras, dataran banjir,
dan endapan sungai purba;
d. luas maksimal wilayah
pertambangan rakyat adalah 25 (dua puluh lima) hektare;
e. menyebutkan jenis komoditas yang
akan ditambang; dan/atau
f. merupakan wilayah atau tempat
kegiatan tambang rakyat yang sudah dikerjakan sekurang-kurangnya 15 (lima
belas) tahun.
Pasal
23
Dalam menetapkan WPR sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 21, bupati/walikota berkewajiban melakukan pengumuman
mengenai rencana WPR kepada masyarakat secara terbuka.
Pasal
24
Wilayah atau tempat kegiatan tambang
rakyat yang sudah dikerjakan tetapi belum ditetapkan sebagai WPR diprioritaskan
untuk ditetapkan sebagai WPR.
Pasal
25
Ketentuan lebih lanjut mengenai
pedoman, prosedur, dan penetapan WPR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan
Pasal 23 diatur dengan peraturan pemerintah.
Pasal
26
Ketentuan lebih lanjut mengenai
kriteria dan mekanisme penetapan WPR, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 dan
Pasal 23 diatur dengan peraturan daerah kabupaten/kota.
Bagian
Keempat
Wilayah Pencadangan Negara
Pasal 27
Wilayah Pencadangan Negara
Pasal 27
(1) Untuk kepentingan strategis
nasional, Pemerintah dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia dan dengan memperhatikan aspirasi daerah menetapkan WPN sebagai
daerah yang dicadangkan untuk komoditas tertentu dan daerah konservasi dalam
rangka menjaga keseimbangan ekosistem dan lingkungan.
(2) WPN yang ditetapkan untuk
komoditas tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diusahakan sebagian
luas wilayahnya dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
(3) WPN yang ditetapkan untuk
konservasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan batasan waktu dengan
persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
(4) Wilayah yang akan diusahakan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) berubah statusnya menjadi WUPK.
Pasal
28
Perubahan status WPN sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) menjadi WUPK dapat
dilakukan dengan mempertimbangkan:
a. pemenuhan bahan baku industri dan energi dalam negeri;
b. sumber devisa negara;
c. kondisi wilayah didasarkan pada keterbatasan sarana dan prasarana;
d. berpotensi untuk dikembangkan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi;
e. daya dukung lingkungan; dan/atau
f. penggunaan teknologi tinggi dan modal investasi yang besar.
a. pemenuhan bahan baku industri dan energi dalam negeri;
b. sumber devisa negara;
c. kondisi wilayah didasarkan pada keterbatasan sarana dan prasarana;
d. berpotensi untuk dikembangkan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi;
e. daya dukung lingkungan; dan/atau
f. penggunaan teknologi tinggi dan modal investasi yang besar.
Pasal
29
(1) WUPK sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 27 ayat (4) yang akan diusahakan ditetapkan oleh Pemerintah setelah
berkoordinasi dengan pemerintah daerah.
(2) Pelaksanaan kegiatan usaha
pertambangan di WUPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam bentuk
IUPK.
Pasal
30
Satu WUPK terdiri atas 1 (satu) atau
beberapa WIUPK yang berada pada lintas wilayah provinsi, lintas wilayah
kabupaten/kota, dan/atau dalam 1 (satu) wilayah kabupaten/kota.
Pasal
31
Luas dan batas WIUPK mineral logam
dan batubara ditetapkan oleh Pemerintah berkoordinasi dengan pemerintah daerah
berdasarkan kriteria dan informasi yang dimiliki oleh Pemerintah.
Pasal
32
Kriteria untuk menetapkan 1 (satu)
atau beberapa WIUPK dalam 1 (satu) WUPK adalah sebagai berikut:
a. letak geografis;
b. kaidah konservasi;
c. daya dukung lindungan lingkungan;
d. optimalisasi sumber daya mineral dan/atau batubara; dan
e. tingkat kepadatan penduduk.
a. letak geografis;
b. kaidah konservasi;
c. daya dukung lindungan lingkungan;
d. optimalisasi sumber daya mineral dan/atau batubara; dan
e. tingkat kepadatan penduduk.
Pasal
33
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata
cara penetapan luas dan batas WIUPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 dan
Pasal 32 diatur dengan peraturan pemerintah.
BAB VI
USAHA PERTAMBANGAN
Pasal 34
USAHA PERTAMBANGAN
Pasal 34
(1) Usaha pertambangan dikelompokkan
atas:
a. pertambangan mineral; dan
b. pertambangan batubara.
b. pertambangan batubara.
(2) Pertambangan mineral sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a digolongkan atas:
a. pertambangan mineral radioaktif;
b. pertambangan mineral logam;
c. pertambangan mineral bukan logam; dan
d. pertambangan batuan.
b. pertambangan mineral logam;
c. pertambangan mineral bukan logam; dan
d. pertambangan batuan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai
penetapan suatu komoditas tambang ke dalam suatu golongan pertambangan mineral
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan peraturan pemerintah.
Pasal
35
Usaha pertambangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 34 dilaksanakan dalam bentuk:
a. IUP;
b. IPR; dan
c. IUPK.
a. IUP;
b. IPR; dan
c. IUPK.
BAB VII
IZIN USAHA PERTAMBANGAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 36
IZIN USAHA PERTAMBANGAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 36
(1) IUP terdiri atas dua tahap:
a. IUP Eksplorasi meliputi kegiatan
penyelidikan umum, eksplorasi, dan studi kelayakan;
b. IUP Operasi Produksi meliputi
kegiatan konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, serta pengangkutan
dan penjualan.
(2) Pemegang IUP Eksplorasi dan
pemegang IUP Operasi Produksi dapat melakukan sebagian atau seluruh kegiatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal
37
IUP diberikan oleh:
a. bupati/walikota apabila WIUP
berada di dalam satu wilayah kabupaten/kota;
b. gubernur
apabila WIUP berada pada lintas wilayah kabupaten/kota dalam 1 (satu) provinsi
setelah mendapatkan rekomendasi dari bupati/walikota setempat sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
c. Menteri
apabila WIUP berada pada lintas wilayah provinsi setelah mendapatkan
rekomendasi dari gubernur dan bupati/walikota setempat sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Pasal
38
IUP diberikan kepada:
a. badan usaha;
b. koperasi; dan
c. perseorangan.
a. badan usaha;
b. koperasi; dan
c. perseorangan.
Pasal
39
(1) IUP Eksplorasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) huruf a wajib memuat ketentuan
sekurang-kurangnya:
a. nama perusahaan;
b. lokasi dan luas wilayah;
c. rencana umum tata ruang;
d. jaminan kesungguhan;
e. modal investasi;
f. perpanjangan waktu tahap kegiatan;
g. hak dan kewajiban pemegang IUP;
h. jangka waktu berlakunya tahap kegiatan;
i. jenis usaha yang diberikan;
b. lokasi dan luas wilayah;
c. rencana umum tata ruang;
d. jaminan kesungguhan;
e. modal investasi;
f. perpanjangan waktu tahap kegiatan;
g. hak dan kewajiban pemegang IUP;
h. jangka waktu berlakunya tahap kegiatan;
i. jenis usaha yang diberikan;
j. rencana pengembangan dan
pemberdayaan masyarakat di sekitar wilayah pertambangan;
k. perpajakan;
l. penyelesaian perselisihan;
m. iuran tetap dan iuran eksplorasi; dan
n. amdal.
l. penyelesaian perselisihan;
m. iuran tetap dan iuran eksplorasi; dan
n. amdal.
(2) IUP Operasi Produksi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) huruf b wajib memuat ketentuan
sekurang-kurangnya:
a. nama perusahaan;
b. luas wilayah;
c. lokasi penambangan;
d. lokasi pengolahan dan pemurnian;
e. pengangkutan dan penjualan;
f. modal investasi;
g. jangka waktu berlakunya IUP;
h. jangka waktu tahap kegiatan;
i. penyelesaian masalah pertanahan;
j. lingkungan hidup termasuk reklamasi dan pascatambang;
k. dana jaminan reklamasi dan pascatambang;
l. perpanjangan IUP;
m. hak dan kewajiban pemegang IUP;
b. luas wilayah;
c. lokasi penambangan;
d. lokasi pengolahan dan pemurnian;
e. pengangkutan dan penjualan;
f. modal investasi;
g. jangka waktu berlakunya IUP;
h. jangka waktu tahap kegiatan;
i. penyelesaian masalah pertanahan;
j. lingkungan hidup termasuk reklamasi dan pascatambang;
k. dana jaminan reklamasi dan pascatambang;
l. perpanjangan IUP;
m. hak dan kewajiban pemegang IUP;
n. rencana pengembangan dan
pemberdayaan masyarakat di sekitar wilayah pertambangan;
o. perpajakan;
p. penerimaan negara bukan pajak
yang terdiri atas iuran tetap dan iuran produksi;
q. penyelesaian perselisihan;
r. keselamatan dan kesehatan kerja;
s. konservasi mineral atau batubara;
t. pemanfaatan barang, jasa, dan teknologi dalam negeri;
u. penerapan kaidah keekonomian dan keteknikan pertambangan yang baik;
v. pengembangan tenaga kerja Indonesia;
w. pengelolaan data mineral atau batubara; dan
r. keselamatan dan kesehatan kerja;
s. konservasi mineral atau batubara;
t. pemanfaatan barang, jasa, dan teknologi dalam negeri;
u. penerapan kaidah keekonomian dan keteknikan pertambangan yang baik;
v. pengembangan tenaga kerja Indonesia;
w. pengelolaan data mineral atau batubara; dan
x. penguasaan, pengembangan, dan
penerapan teknologi pertambangan mineral atau batubara.
Pasal
40
(1) IUP sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 36 ayat (1) diberikan untuk 1 (satu) jenis mineral atau batubara.
(2) Pemegang IUP sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) yang menemukan mineral lain di dalam WIUP yang dikelola
diberikan prioritas untuk mengusahakannya.
(3) Pemegang IUP yang bermaksud
mengusahakan mineral lain sebagaimana dimaksud pada ayat (2), wajib mengajukan
permohonan IUP baru kepada Menteri, gubernur, dan bupati/walikota sesuai dengan
kewenangannya.
(4) Pemegang IUP sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dapat menyatakan tidak berminat untuk mengusahakan
mineral lain yang ditemukan tersebut.
(5) Pemegang IUP yang tidak berminat
untuk mengusahakan mineral lain yang ditemukan sebagaimana dimaksud pada ayat
(4), wajib menjaga mineral lain tersebut agar tidak dimanfaatkan pihak lain.
(6) IUP untuk mineral lain
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) dapat diberikan kepada pihak
lain oleh Menteri, gubernur, dan bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
Pasal
41
IUP tidak dapat digunakan selain
yang dimaksud dalam pemberian IUP.
Bagian
Kedua
IUP Eksplorasi
Pasal 42
IUP Eksplorasi
Pasal 42
(1) IUP Eksplorasi untuk
pertambangan mineral logam dapat diberikan dalam jangka waktu paling lama 8 (delapan)
tahun.
(2) IUP Eksplorasi untuk
pertambangan mineral bukan logam dapat diberikan paling lama dalam jangka waktu
3 (tiga) tahun dan mineral bukan logam jenis tertentu dapat diberikan dalam
jangka waktu paling lama 7 (tujuh) tahun.
(3) IUP Eksplorasi untuk
pertambangan batuan dapat diberikan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga)
tahun.
(4) IUP Eksplorasi untuk
pertambangan batubara dapat diberikan dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh)
tahun.
Pasal
43
(1) Dalam hal kegiatan eksplorasi
dan kegiatan studi kelayakan, pemegang IUP Eksplorasi yang mendapatkan mineral
atau batubara yang tergali wajib melaporkan kepada pemberi IUP.
(2) Pemegang IUP Eksplorasi yang
ingin menjual mineral atau batubara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
mengajukan izin sementara untuk melakukan pengangkutan dan penjualan.
Pasal
44
Izin sementara sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 43 ayat (2) diberikan oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota
sesuai dengan kewenangannya.
Pasal
45
Mineral atau batubara yang tergali sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 43 dikenai iuran produksi.
Bagian Ketiga
IUP Operasi Produksi
Pasal 46
IUP Operasi Produksi
Pasal 46
(1) Setiap pemegang IUP Eksplorasi
dijamin untuk memperoleh IUP Operasi Produksi sebagai kelanjutan kegiatan usaha
pertambangannya.
(2) IUP Operasi Produksi dapat
diberikan kepada badan usaha, koperasi, atau perseorangan atas hasil pelelangan
WIUP mineral logam atau batubara yang telah mempunyai data hasil kajian studi
kelayakan.
Pasal
47
(1) IUP Operasi Produksi untuk
pertambangan mineral logam dapat diberikan dalam jangka waktu paling lama 20
(dua puluh) tahun dan dapat diperpanjang 2 (dua) kali masing-masing 10
(sepuluh) tahun.
(2) IUP Operasi Produksi untuk
pertambangan mineral bukan logam dapat diberikan dalam jangka waktu paling lama
10 (sepuluh) tahun dan dapat diperpanjang 2 (dua) kali masing-masing 5 (lima)
tahun.
(3) IUP Operasi Produksi untuk
pertambangan mineral bukan logam jenis tertentu dapat diberikan dalam jangka
waktu paling lama 20 (dua puluh) tahun dan dapat diperpanjang 2 (dua) kali masing-masing
10 (sepuluh) tahun.
(4) IUP Operasi Produksi untuk
pertambangan batuan dapat diberikan dalam jangka waktu paling lama 5 (lima)
tahun dan dapat diperpanjang 2 (dua) kali masing-masing 5 (lima) tahun.
(5) IUP Operasi Produksi untuk
Pertambangan batubara dapat diberikan dalam jangka waktu paling lama 20 (dua
puluh) tahun dan dapat diperpanjang 2 (dua) kali masing-masing 10 (sepuluh)
tahun.
Pasal
48
IUP Operasi Produksi diberikan oleh:
a. bupati/walikota apabila lokasi
penambangan, lokasi pengolahan dan pemurnian, serta pelabuhan berada di dalam
satu wilayah kabupaten/kota;
b. gubernur apabila lokasi
penambangan, lokasi pengolahan dan pemurnian, serta pelabuhan berada di dalam
wilayah kabupaten/kota yang berbeda setelah mendapatkan rekomendasi dari bupati/walikota
setempat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
c. Menteri apabila lokasi
penambangan, lokasi pengolahan dan pemurnian, serta pelabuhan berada di dalam
wilayah provinsi yang berbeda setelah mendapatkan rekomendasi dari gubernur dan
bupati/walikota setempat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal
49
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata
cara pemberian IUP Eksplorasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 dan IUP
Operasi Produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 diatur dengan peraturan
pemerintah.
Bagian
Keempat
Pertambangan Mineral
Paragraf 1
Pertambangan Mineral Radioaktif
Pasal 50
Pertambangan Mineral
Paragraf 1
Pertambangan Mineral Radioaktif
Pasal 50
WUP mineral
radioaktif ditetapkan oleh Pemerintah dan pengusahaannya dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Paragraf 2
Pertambangan Mineral Logam
Pasal 51
Pertambangan Mineral Logam
Pasal 51
WIUP mineral
logam diberikan kepada badan usaha, koperasi, dan perseorangan dengan cara
lelang.
Pasal
52
(1) Pemegang
IUP Eksplorasi mineral logam diberi WIUP dengan luas paling sedikit 5.000 (lima
ribu) hektare dan paling banyak 100.000 (seratus ribu) hektare.
(2) Pada
wilayah yang telah diberikan IUP Eksplorasi mineral logam dapat diberikan IUP
kepada pihak lain untuk mengusahakan mineral lain yang keterdapatannya berbeda.
(3) Pemberian
IUP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan setelah mempertimbangkan
pendapat dari pemegang IUP pertama.
Pasal
53
Pemegang IUP Operasi Produksi
mineral logam diberi WIUP dengan luas paling banyak 25.000 (dua puluh lima
ribu) hektare.
Paragraf 3
Pertambangan Mineral Bukan Logam
Pasal 54
Pertambangan Mineral Bukan Logam
Pasal 54
WIUP mineral
bukan logam diberikan kepada badan usaha, koperasi, dan perseorangan dengan
cara permohonan wilayah kepada pemberi izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal
37.
Pasal
55
(1) Pemegang
IUP Eksplorasi mineral bukan logam diberi WIUP dengan luas paling sedikit 500
(lima ratus) hektare dan paling banyak 25.000 (dua puluh lima ribu) hektare.
(2) Pada
wilayah yang telah diberikan IUP Eksplorasi mineral bukan logam dapat diberikan
IUP kepada pihak lain untuk mengusahakan mineral lain yang keterdapatannya
berbeda.
(3) Pemberian
IUP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan setelah mempertimbangkan
pendapat dari pemegang IUP pertama.
Pasal
56
Pemegang IUP
Operasi Produksi mineral bukan logam diberi WIUP dengan luas paling banyak
5.000 (lima ribu) hektare.
Paragraf 4
Pertambangan Batuan
Pasal 57
Pertambangan Batuan
Pasal 57
WIUP batuan
diberikan kepada badan usaha, koperasi, dan perseorangan dengan cara permohonan
wilayah kepada pemberi izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37.
Pasal
58
(1) Pemegang
IUP Eksplorasi batuan diberi WIUP dengan luas paling sedikit 5 (lima) hektare
dan paling banyak 5.000 (lima ribu) hektare.
(2) Pada
wilayah yang telah diberikan IUP Eksplorasi batuan dapat diberikan IUP kepada
pihak lain untuk mengusahakan mineral lain yang keterdapatannya berbeda.
(3) Pemberian
IUP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan setelah mempertimbangkan
pendapat dari pemegang IUP pertama.
Pasal
59
Pemegang IUP Operasi Produksi batuan
diberi WIUP dengan luas paling banyak l. 000 (seribu) hektare.
Bagian Kelima
Pertambangan Batubara
Pasal 60
Pertambangan Batubara
Pasal 60
WIUP batubara diberikan kepada badan
usaha, koperasi, dan perseorangan dengan cara lelang.
Pasal
61
(1) Pemegang
IUP Eksplorasi Batubara diberi WIUP dengan luas paling sedikit 5.000 (lima
ribu) hektare dan paling banyak 50.000 (lima puluh ribu) hektare.
(2) Pada
wilayah yang telah diberikan IUP Eksplorasi batubara dapat diberikan IUP kepada
pihak lain untuk mengusahakan mineral lain yang keterdapatannya berbeda.
(3) Pemberian
IUP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan setelah mempertimbangkan
pendapat dari pemegang IUP pertama.
Pasal
62
Pemegang IUP
Operasi Produksi batubara diberi WIUP dengan luas paling banyak 15.000 (lima
belas ribu) hektare.
Pasal
63
Ketentuan lebih
lanjut mengenai tata cara memperoleh WIUP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51,
Pasal 54, Pasal 57, dan Pasal 60 diatur dengan peraturan pemerintah.
BAB VIII
PERSYARATAN PERIZINAN USAHA PERTAMBANGAN
Pasal 64
PERSYARATAN PERIZINAN USAHA PERTAMBANGAN
Pasal 64
Pemerintah dan
pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya berkewajiban mengumumkan rencana
kegiatan usaha pertambangan di WIUP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 serta
memberikan IUP Eksplorasi dan IUP Operasi Produksi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 36 kepada masyarakat secara terbuka.
Pasal
65
(1) Badan
usaha, koperasi, dan perseorangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51, Pasal
54, Pasal 57, dan Pasal 60 yang melakukan usaha pertambangan wajib memenuhi
persyaratan administratif, persyaratan teknis, persyaratan lingkungan, dan
persyaratan finansial.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan
administratif, persyaratan teknis, persyaratan lingkungan, dan persyaratan
finansial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan
pemerintah.
0 komentar:
Post a Comment